Usaha pendayagunaan energi baru terbarukan (EBT) belum mendapatkan support yang ideal dari perbankan. Laporan terkini dari ShareAction, sebuah organisasi nirlaba yang mempropagandakan desas-desus investasi terus-menerus, memperlihatkan jika beberapa bank besar Eropa masih memodali peluasan project minyak dan gas.
ShareAction menulis ada sekitaran 25 bank yang sudah menyuntikkan lebih dari US$400 miliar atau lebih dari Rp5.700 triliun semenjak 2016 untuk memberikan dukungan pengembangan 50 perusahaan migas.
Pendanaan dikuasai oleh beberapa bank seperti HSBC (US$59 miliar), Barclays (US$48 miliar) dan BNP Paribas (US$46 miliar).
Bahkan juga, laporan itu mendapati jika 24 bank ialah anggota dari Net Zero Banking Alliance (NZBA) yang dibuat oleh Federasi Bangsa-Bangsa (PBB). Beberapa puluh bank ini masih memberi $33 miliar ke perusahaan minyak dan gas semenjak kerja sama tahun kemarin.
Bank anggota NZBA, pada realitanya, memiliki komitmen untuk memutuskan sasaran pengurangan emisi dalam portofolio energi mereka. Tetapi, dasar Koalisi Perbankan tidak mengulas peluasan bahan bakar fosil.
Menurut Fossil Fuel Finance Report 2021 oleh beberapa organisasi, 60 bank paling besar dunia menggulirkan US$3,8 triliun, atau lebih dari Rp54.300 triliun, ke industri fosil. Permodalan ini disokong oleh beberapa bank Eropa dan AS (AS).
Tubuh Energi Internasional (IEA), organisasi energi paling punya pengaruh di dunia, tidak melakukan investasi dalam project minyak dan gas bila dunia masih inginkan kesempatan 50% untuk batasi pemanasan sampai 1,5 derajat Celcius.
Berdasar laporan yang serupa, beberapa bank lain seperti Commerzbank, Kredit Kualitasel dan La Banque Posttale sudah batasi utang ke debitur perusahaan minyak dan gas.
La Banque Postale akan tinggalkan bidang minyak dan gas di tahun 2030, apabila debitur tidak janji untuk hentikan aktivitas eksploitasi minyak dan gas di tahun 2040 dan tidak meningkatkan project baru, project minyak dan gas sementara Dipublikasikan tidak memodali. dasar IEA.
Tetapi, mayoritas bank tidak mewajibkan konsumen setia mereka untuk berencana migrasi. Keadaan ini dipercaya menyangsikan komitmennya untuk peralihan ke energi baru ini.
Dalam pada itu, Xavien Lerin, manager penelitian senior di ShareAction, yakin jika utang untuk pengembangan minyak dan gas sebetulnya sebagai taruhan yang kalah untuk bank dan investor.
“Saat keinginan minyak dan gas turun sesuai skenario 1,5 ° C, harga turun dan asset bergerak. Di lain sisi, bila keinginan kurang cukup turun untuk batasi pemanasan global sampai 1,5 ° C, ekonomi serius. Itu akan menanggung derita kerusakan fisik. imbas cuaca,” kata Relin.
Laporan ShareAction sudah disikapi oleh The Guardian oleh beberapa bank. Jubir Net Zero Banking Alliance menjelaskan beberapa bank anggota Koalisi, yang tergabung pada April 2021, akan memutuskan sasaran energi untuk 2030 tahun ini.
Menurutnya, konsentrasi sasarannya ialah pada pencemar paling besar, terhitung perusahaan migas. Arah yang serupa harus stabil dengan peta jalan peralihan batasan pemanasan global 1,5 derajat.
Seorang jubir HSBC menjelaskan bank akan umumkan arah berbasiskan ilmu dan pengetahuan untuk minyak, gas dan utilitas di bulan Februari. “Kami memiliki komitmen untuk bekerja dengan konsumen setia kami untuk capai peralihan ke ekonomi rendah karbon yang tumbuh cepat,” kata mereka.
Seterusnya, jubir Barclays menambah jika perusahaan sudah memutuskan arah untuk betul-betul kurangi emisi dari sumber energi seperti batu bara, minyak dan gas sejumlah 15% di tahun 2025.
Dalam pada itu, jubir BNP Paribas menjelaskan ia khususnya memodali perusahaan energi Eropa yang kerjakan peralihan mode usaha, energi terbarukan, dan jalan keluar inovatif yang lain.
Menurut BNP Paribas, support yang dikasih ke perusahaan migas pada 2021 turun berarti dibanding 2019.